MAKNA FILOSOFIS DALAM TRADISI TUMBILOTOHE
KABUPATEN GORONTALO UTARA
SKRIPSI
Diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan
dalam meraih gelar Sarjana Filsafat (S.Fil.I)
pada Jurusan Filsafat Agama (FA)
Disusun Oleh :
Susanto Halaa Eda
NIM. 11 301 041
FAKULTAS USHULUDDIN DAN DAKWAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
SULTAN AMAI GORONTALO
2015
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG PERMASALAHAN
Hasrat ingin tahu manusia berbeda dengan hasrat ingin tahu binatang dan tumbuhan, karena disamping manusia memiliki instinct seperti yang dimiliki hewan dan tumbuh-tumbuhan, manusia juga memiliki pikiran yang mampu menciptakan kebudayaan.[1] Tradisi dalam masyarakat tertentu merupakan bagian dari kebudayaan sebagai kreasi, akal budi, pikiran manusia, dan hasil karya yang diciptakan oleh masyarakat tersebut. Dengan adanya tradisi, masyarakat dapat menunjukan perilaku yang berlaku disuatu kelompok yang
merupakan nilai moral suatu etnis tertentu yang akhirnya menjadi kebiasaan-kebiasaan etnis atau suku tertentu termasuk juga budaya dan adat istiadat.
merupakan nilai moral suatu etnis tertentu yang akhirnya menjadi kebiasaan-kebiasaan etnis atau suku tertentu termasuk juga budaya dan adat istiadat.
Lahir dari rasa ingin tahu tentang fenomena sebuah tradisi daerah sendiri yang mulai bergeser dari keasliannya inilah yang mendorong peneliti untuk memperoleh jawabannya. Jika dipandang dari pengertiannya, tradisi berasal dari bahasa latin yaitu traditio yang berarti diteruskan atau kebiasaan. Dalam pengertian yang sederhana adalah sesuatu yang telah dilakukan sejak lama dan menjadi bagian dari kehidupan suatu kelompok masyarakat. Hal yang paling mendasar dari tradisi adalah adanya informasi yang diteruskan dari generasi ke generasi baik tertulis maupun seringkali lisan. Karena tanpa adanya generasi yang meneruskan tradisi ini, maka suatu tradisi suatu saat akan punah.[2] Berarti bahwa demi menjaga adanya kepunahan sebuah tradisi ditentukan oleh manusia dewasa yang ada sekarang.
Salah satu daerah yang memiliki tradisi atau kebiasaan yang mewarisi keindahan tradisi nenek moyang adalah daerah Gorontalo dengan tradisi Tumbilotohe. Tradisiyang diwariskan leluhur ini harus diketahui secara keseluruhan oleh seluruh masyarakat Gorontalo baik sejarahnya maupun tujuan dan makna yang terkandung didalamnya sehingga tradisi ini akan mampu dipertahankan oleh seluruh lapisan masyarakat Gorontalo dan tidak akan mengakibatkan adanya pergeseran nilai atau bahkan punah seiring perkembangan zaman.
Peneliti tidak bermaksud meneliti tentang pergeseran nilai dalam tradisi Tumbilotohe, namun peneliti menyadari bahwa terjadinya pergeseran nilai dalam suatu adat, budaya atau tradisi itu bukan karena alasan harus mengimbangi perkembangan zaman terutama sulitnya mendapatkan minyak tanah dan sekarang adalah zamannya kerlap kerlip lampu listrik, tetapi karena masyarakat belum mengetahui makna dari tradisi Tumbilotohe yang sebenarnya yang merupakan bagian dari jati diri daerah Gorontalo.
Gemerlap lampu listrik yang cocok pada zaman sekarang hanyalah alasan untuk mengimbangi perkembangan zaman, dan alasan tentang sulitnya memperoleh minyak tanah mengakibatkan tradisi Tumbilotohe semakin punah dan jauh dari definisi dan makna yang sebenarnya.
Definisi Tumbilotohe terdiri dari 2 (Dua) suku kata yaitu Tumbilo yang artinya memasang atau menyalakan api dan Toheyang artinya lampu.[3]Dalam pengertian lain, Tumbilo yaitu molumbilo, membakar, memasang, menyalakan tohe boyito.[4] Dari definisi ini sangat jelas bahwa lampu yang digunakan adalah lampu dengan nyala api bukan dengan listrik. Hal ini diperjelas dalam definisi nyala yaitu cahaya yang keluar dari api (sesuatu yang terbakar).[5] Sehingga dapat dikatakan nyala adalah cahaya. Api adalah panas dan cahaya yang berasal dari sesuatu yang terbakar ; nyala[6].
Disisi lain dari hasil observasi awal, peneliti memandang bahwa Alikusu yang dihiasi janur kuning kemudian digantung lampu listrik ibarat sebuah pohon terang.
Oleh karena itu, keaslian definisi dan makna Tumbilotohe harus dipelihara dan dilestarikan sehingga tidak mengalami pergeseran nilai dan kepunahan serta tetap pada makna yang sebenarnya. Dari berbagai masalah dan pertanyaan inilah peneliti berusaha menggali informasi sebagai jawaban permasalahan bukan sekedar untuk menggugurkan salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar sarjana, namun merasa terpanggil dan merupakan bagian dari masyarakat Gorontalo yang merasa bertanggungjawab menjaga keaslian dari sebuah tradisi sesuai nama dan maknanya.
Berdasarkan permasalahan tersebut diatas, berikut peneliti uraikan pokok-pokok permasalahannya :
1. Dipandang dari definisi tradisi, maka sebuah tradisi harus berlangsung dan diteruskan sesuai dengan kebiasaan-kebiasaan yang pernah dilakukan dan sesuai dengan nama tradisinya.
2. Menurut definisi dari Tumbilotohe, maka pelaksaan Tumbilotohe harus menggunakan lampu yang dinyalakan dengan api dan bukan dinyalakan dengan lampu listrik.
3. Dengan adanya definisi tradisi dan definisi Tumbilotohe,maka alasan pelaksanaan Tumbilotohe harus menyesuaikan zaman dengan cara menggunakan lampu listrik dan alasan kurangnya persediaan minyak tanah hanyalah alasan karena pelaksanaan bisa juga menggunakan lampu Padamala yaitu lampu yang dibuat dari pepeya yang dibelah 2 (Dua) dengan menggunakan bahan bakar minyak kelapa dan menggunakan sumbu kapas. Padamala adalah lampu tanah liat (minyaknya minyak kelapa dipakai pada zaman Jepang.[7]
4. Bila Alikusu itu diibaratkan pohon dan janur itu diibarat daunnya serta lampu yang digunakan pada tradisi Tumbilotohe adalah lampu listrik, maka terlihat seperti pohon terang.
Makna filosofis dalam tradisi Tumbilotohe oleh peneliti bukan sekedar diwawancarai, kemudian dituangkan dalam sebuah karya ilmiah atau sebagai maksud untuk menyelesaikan perkuliahan, namun hal ini disadari oleh peneliti bahwa dalam pelaksanaan setiap adat istiadat dan budaya serta tradisi disebuah daerah harus diketahui maknanya sehingga dapat diresapi makna setiap tindakan dalam pelaksanaan setiap tradisi.
B. RUMUSAN MASALAH
Perumusan masalah adalah suatu proses dari mulai mengidentifikasi masalah atau topik penelitian sampai merumuskan masalah pokok. Proses demikian disebut dengan permasalahan.[8] Berawal dari permasalahan diatas, maka yang menjadi sub masalah pokok yang akan dibahas dalam penelitian adalah :
1. Bagaimana pelaksanaan tradisi Tumbilotohe di Desa Popalo Kecamatan Anggrek Kabupaten Gorontalo Utara ?
2. Bagaimana makna filosofi dari tradisi Tumbilotohe di Desa Popalo Kecamatan Anggrek Kabupaten Gorontalo Utara?
C. TUJUAN PENELITIAN
Tujuan penelitian adalah merupakan rumusan dari apa yang hendak dicapai oleh peneliti dalam penelitiannya.[9] Sehingga dari rumusan masalah diatas, maka tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui pelaksanaan tradisi Tumbilotohe di Desa Popalo Kecamatan Anggrek Kabupaten Gorontalo Utara
2. Untuk memahami makna filosofi pada pelaksanaan tradisi Tumbilotohe di Desa Popalo Kecamatan Anggrek Kabupaten Gorontalo Utara.
D. MANFAAT PENELITIAN
Adapun manfaat penelitian dalam meneliti makna filosofis dalam tradisi Tumbilotohe adalah sebagai berikut :
1. TEORITIS
a. Sebagai bentuk upaya untuk terlibat langsung dalam memahami tradisi pelaksanaan Tumbilotohe dan keterlibatan dalam memberikan ide terhadap kelangsungan tradisi Tumbilotohe.
b. Peneliti memperoleh gambaran dan pengalaman dalam pelaksanaan penelitian sebagai realisasi tanggung jawab ilmiah sebagai mahasiswa.
c. Hasil penelitian ini diharapkan menjadi motivasi untuk memelihara dan terus melestarikan tradisi pelaksanaan Tumbilotohe dari generasi ke generasi.
2. PRAKTIS
a. Bagi sebuah Institut Agama Islam Negeri Sultan Amai Gorontalo diharapkan agar penelitian ini merupakan sebuah informasi yang akan menambah pengetahuan ke generasi selanjutnya melalui pembelajaran yang berkaitan dengan mata kuliah yang ada pada Institut sebagai subjek pembelajaran.
b. Sebagai bentuk tindak lanjut dan partisipasi dalam memelihara tradisi Tumbilotohesebagai ilmu pengetahuan dalam pelestarian ciri khas dan jati diri Gorontalo.
c. Dengan mengetahui makna filosofi dari tradisi pelaksanaan Tumbilotohediharapkan menjadi sebuah motivasi dan bukan sekedar ikut-ikutan dalam melaksanakannya, bahkan diharapkan adanya peningkatan yang bernilai sangat sensasional dibandingkan tahun-tahun yang telah dilalui.
E. PENGERTIAN JUDUL DAN DEFINISI OPERASIONAL
1. PENGERTIAN JUDUL
Untuk menghindari kesalahpahaman dalam menafsirkan judul, maka peneliti akan menguraikan penafsiran sebagai berikut :
a. “Makna” adalah maksud pembicara atau penulis atau pengertian yang diberikan kepada sesuatu kebahasaan. Sedangkan kalau bermakna adalah berarti atau mempunyai (mengandung) arti penting (dalam).[10]
b. “Filosofi” yang merupakan istilah dalam bahasa Inggris Philosophyyang dikenal dalam istilah bahasa Arab Falsafah, sedangkan dalam bahasa Yunani dengan kata Philosophiayang berasal dari kata Philein yang berarti cinta dan Sophia yang berarti kebijaksanaan, sehingga secara etimologi istilah filsafat berarti cinta kebijaksanaan.[11]
c. “Tradisi” adalah adat kebiasaan turun temurun (dari nenek moyang) yang masih dijalankan dimasyarakat atau penilaian atau anggapan bahwa cara-cara yang telah ada merupakan yang paling baik dan benar.[12]
d. “Tumbilotohe” adalah kata atau istilah yang terdiri dari 2 (Dua) suku kata yaitu tumbilo yang artinya memasang atau menyalakan api dan tohe yang artinya lampu.[13]
2. DEFINISI OPERASIONAL
Dari beberapa pengertian istilah diatas, maka secara operasional penelitian ini membahas masalah arti secara mendalam yang terkandung didalam suatu kebiasaan pelaksanaan kegiatan Tumbilotohe (menyalakan lampu dengan api) disetiap 3 (Tiga) malam terakhir bulan Ramadhan didaerah Gorontalo.
F. TINJAUAN PUSTAKA
Penelitian ini pernah diteliti oleh peneliti-peneliti sebelumnya, maka peneliti berharap bahwa pembaca tidak menyamakan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya sebab hal ini tidak mengandung unsur plagiatdan memiliki perbedaan dengan penelitian sebelumnya serta mempunyai kekhususan dalam penelitian ini terutama menyangkut pokok permasalahan karena pokok permasalahan dalam judul ini menyangkut makna filosofis yang merupakan dasar atau alasan setiap manusia dalam melakukan segala hal.
Berikut hasil penelitian sebelumnya oleh saudari Maryam Kilo dengan judul “Tradisi Tumbilotohe (Pasang Lampu) Pada Masyarakat Gorontalo Ditinjau dari Aqidah Islam”. Studi Kasus Desa Karya Mukti Kecamatan Mootilango Kabupaten Gorontalo, Mahasiswa Jurusan Filsafat Agama (FA), Fakultas Ushuluddin dan Dakwah pada Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Sultan Amai Gorontalo Tahun 2014.
Adapun perbedaan penelitian oleh saudari Maryam Kilo dengan judul “Tradisi Tumbilotohe (Pasang Lampu) Pada Masyarakat Gorontalo Ditinjau dari Aqidah Islam”. Studi Kasus Desa Karya Mukti Kecamatan Mootilango Kabupaten Gorontalo membahas tentang pengertian adat “al-urf”, pengertian dan ruang lingkup tradisi, dan lebih banyak membahas tentang pengertian dan kedudukan aqidah dalam islam, hubungan antara aqidah islam dan tradisi, serta secara nyata hanya mengungkap perilaku yang nampak dari pelaksanaan sebuah tradisi. Sedangkan judul “Makna Filosofis Dalam Tradisi Tumbilotohe” yang akan diteliti oleh peneliti selain mengungkap makna dibalik sebuah tindakan dalam melaksanakan tradisi Tumbilotohe, juga mencantumkan :
BAB I : Pendahuluan yang diawali dengan latar belakang masalah yaitu mempermasalahkan definisi tradisi yaitu kebiasaan secara terus menerus, definisi Tumbilo yang cocok digunakan pada lampu yang menggunakan nyala api bukan lampu yang bersumber pada listrik yang merupakan alasan perkembangan zaman dan sulitnya memperoleh minyak tanah dan agar tidak terlihat seperti pelaksanaan pohon terang, yang dilanjutkan dengan rumusan masalah, tujuan masalah yang akan menjawab permasalahan diatas dan memperoleh makna filosofis dalam tradisi Tumbilotohe, dilanjutkan dengan manfaat penelitian, pengertian judul dan definisi operasional yaitu arti secara mendalam yang terkandung didalam suatu kebiasaan pelaksanaan kegiatan Tumbilotohe yang diakhiri dengan perbandingan dengan penelitian-penelitian sebelumnya yang dituangkan dalam kajian pustaka.
BAB II : Landasan teori yang membahas tentang hakekat makna filosofi yang terdiri dari pengertian makna, pengertian filosofi dan membahas tentang makna filosofi, dilanjutkan dengan hakekat tradisi Tumbilotoheyang terdiri dari pengertian tradisi, pengertian Tumbilotohe, pengertian tradisi Tumbilotohe, sejarah tradisi Tumbilotohe, dasar pelaksanaan Tumbilotohe, dan nilai-nilai tradisi Tumbilotohe.
BAB III : Metode penelitian yang membahas tentang jenis dan pendekatan penelitian, kehadiran peneliti, lokasi penelitian, sumber data, metode pengumpulan data, teknik analisis data, dan pengecekan keabsahan data.
BAB II
LANDASAN TEORI
A. HAKEKAT MAKNA FILOSOFI
1. PENGERTIAN MAKNA
Pemahaman makna (bahasa Inggris : sense) dibedakan dari arti (bahasa Inggris : meaning) didalam semantik. Makna adalah pertautan yang ada diantara unsur-unsur bahasa itu sendiri (terutama kata-kata). Makna menurut Palmer (1976: 30) hanya menyangkut intrabahasa. Sejalan dengan pendapat tersebut, Lyons (1977: 204) menyebutkan bahwa mengkaji atau memberikan makna suatu kata ialah memahami kajian kata tersebut yang berkenaan dengan hubungan-hubungan makna yang membuat kata tersebut berbeda dari kata-kata lain. Arti dalam hal ini menyangkut makna leksikal yang cenderung terdapat dalam kamus leksikon.[14]
2. PENGERTIAN FILOSOFIS
Phytagoras seorang filsuf Yunani klasik mengambil kata filsafat dari dua kata berbahasa Yunani, yaitu philo dan shopia. Philo berarti cinta, sedangkan shopia berarti bijaksana. Jadi, kata philoshopiaberarti cinta kepada kebijaksanaan.[15]
Filsafat secara terminologi adalah arti yang dikandung oleh istilah filsafat.
a. Plato berpendapat bahwa filsafat adalah pengetahuan yang mencoba untuk mencapai pengetahuan tentang kebenaran yang asli.[16]
b. Aristoteles berpendapat bahwa filsafat adalah ilmu (pengetahuan) yang meliputi kebenaran yang didalamnya terkandung ilmu-ilmu metafisika, logika, retorika, etika, ekonomi, politik, dan estetika (filsafat keindahan).[17]
c. Menurut Immanuel Kant, filsafat adalah ilmu (pengetahuan) yang menjadi pangkal semua pengetahuan yang didalamnya tercakup masalah epistemologi (filsafat pengetahuan) yang menjawab persoalan apa yang dapat kita ketahui.[18]
d. Menurut Hasbullah Bakry, ilmu filsafat adalah ilmu yang menyelidiki segala sesuatu dengan mendalam mengenai ketuhanan, alam semesta dan juga manusia sehingga dapat menghasilkan pengetahuan tentang bagaimana hakikatnya sejauh yang dapat dicapai oleh akal manusia dan bagaimana sikap manusia seharusnya setelah mencapai pengetahuan itu.[19]
3. PENGERTIAN MAKNA FILSAFAT
Bahasa berfungsi sebagai simbolik, emotif, dan afektif. Ada dua cara manusia untuk mendapatkan ilmu pengetahuan yang benar, yaitu rasionalisme dan empirisme.[20] Semantik sebagai ilmu mempelajari kemaknaan dalam bahasa sebagaimana adanya dan terbatas pada pengalaman manusia. Secara ontologi semantik membatasi masalah yang dikajinya hanya pada masalah yang ada pada ruang lingkup jangkauan pengalaman manusia, sedangkan psikologi mempelajari gejala kejiawaan yang berada dalam jangkauan pemikiran manusia.[21]
Adapun makna yang terdapat dalam filsafat adalah :
a. Filsafat adalah suatu sikap tentang hidup dan tentang alam semesta.
b. Filsafat adalah suatu metode berpikir reflektif, dan penelitian penalaran.
c. Filsafat adalah suatu perangkat masalah-masalah.
d. Filsafat adalah seperangkat teori dan sistem berpikir.[22]
Kegiatan berfilsafat adalah kegiatan berpikir dengan cara sebagai berikut :
a. Mendalam yaitu dilakukan sedemikian rupa hingga dicari sampai kebatas akal tidak sanggup lagi.
b. Radikal yaitu sampai keakar-akarnya hingga tidak ada lagi yang tersisa.
c. Sistematik yaitu dilakukan secara teratur dengan menggunakan metode berpikir tertentu.
d. Universal yaitu tidak dibatasi hanya pada 1(Satu) kepentingan kelompok tertentu tetapi secara menyeluruh.[23]
B. HAKEKAT TRADISI TUMBILOTOHE
1. PENGERTIAN TRADISI
Tradisi adalah sebuah kata yang sangat akrab terdengar dan terdapat di segala bidang. Tradisi menurut etimologi adalah kata yang mengacu pada adat atau kebiasaan yang turun temurun, atau peraturan yang dijalankan masyarakat.[24]
Tradisi adalah hasil karya masyarakat, begitupun dengan budaya. Keduanya saling mempengaruhi. Kedua kata ini merupakan personafikasi dari sebuah makna hukum tidak tertulis, dan hukum tak tertulis ini menjadi patokan norma dalam masyarakat yang dianggap baik dan benar.[25]
Secara pasti, tradisi lahir bersama dengan kemunculan manusia dimuka bumi. Tradisi berevolusi menjadi budaya. Itulah sebab sehingga keduanya merupakan personifikasi. Budaya adalah cara hidup yang dipatuhi oleh anggota masyarakat atas dasar kesepakatan bersama.[26]
Tanpa tradisi tidak mungkin suatu kebudayaan akan hidup dan langgeng. Dengan tradisi hubungan antara individu dengan masyarakatnya bisa harmonis. Dengan tradisi sistem kebudayaan akan menjadi kokoh. Bila tradisi dihilangkan maka ada harapan suatu kebudayaan akan berakhir disaat itu juga.[27]
2. PENGERTIAN TUMBILOTOHE
Tumbilotohesecara morfologi berasal dari dua kata yaitu Tumbilo berarti pasang atau nyalakan. Tohe berarti lampu Tumbilotohe berarti pasang lampu. Lampu yang dimaksud pada masa lampau adalah Tohetutuatau lampu asli (Tohe = lampu, Tutu (Otutu) = yang asli).[28]
3. PENGERTIAN TRADISI TUMBILOTOHE
Tradisi Tumbilotohe adalah tradisi yang sudah membudaya di daerah Gorontalo setiap tahun diakhir bulan Ramadhan atau setiap malamnya selalu dirayakan tradisi menyalakan lampu minyak tanah pada penghujung Ramadhan di Gorontalo.[29]
3.1 SEJARAH TRADISI TUMBILOTOHE
Sejarah adalah suatu rentetan kejadian yang berlangsung didalam kehidupan masyarakat manusia. Rentetan kejadian tersebut tidak terjadi secara kebetulan, namun berlangsung dalam kesengajaan.[30]
Menurut sejarah tradisi Tumbilotohe ini berlangsung sejak abad XV Masehi. Pada jaman dulu lampu yang digunakan untuk Tumbilotohe masih terbuat dari wamuta atau seludang yang diruncingkan kemudian dibakar. Alat ini dikenal dengan istilah Wango-wango yang mungkin berasal dari kata Bango-bango yang artinya terang benderang.[31]
Dalam perkembangannya Tumbilotohe dijadikan ajang untuk membangun solidaritas umat manusia, dimana umat islam di Gorontalo diajarkan tentang pentingnya membantu orang lain melalui zakat. Dimasa kejayaan islam di Gorontalo pada masa lampau, Tumbilotohe menjadi suatu kegiatan fenomenal karena hal ini bertepatan dengan bulan Ramadhan, dimana dalam bulan Ramadhan diwajibkan untuk membayar zakat. Disitulah kearifan lokal tepatnya pada 3 (Tiga) malam terakhir menjelang idul fitri merupakan puncak pembayaran zakat melalui pengurus zakat. Maka fungsi lampu yang dipakai dalam tradisi Tumbilotohe tersebut adalah untuk menerangi jalan-jalan yang dilewati masyarakat untuk mengantar zakat.
Seiring berjalannya waktu, maka Tohe yang digunakan mulai mengalami pergeseran dengan menggunakan Tohetutuatau damar, yakni semacam getah padat yang akan menyala cukup lama ketika dibakar. Kemudian berkembang lagi dengan memakai lampu yang menggunakan sumbu dari kapas dan minyak kelapa dengan menggunakan wadah seperti Kima, yaitu sejenis kerang dan pepaya yang dipotong dua atau terkadang juga terbuat dari bambu atau Hulapa yang kesemuanya itu dikenal dengan istilah Padamala.[32]
Tradisi awal Tumbilotohe sebenarnya berawal dari Alikusu. Itulah ciri khas Tumbilotohe yang diwariskan leluhur Gorontalo. Alikusu adalah kerangka yang membentuk seperti kubah masjid yang terbuat dari bambu atau Talilo dan pohon sejenis disebut Wawohu, maupun kerangka yang menggunakan kayu menyerupai kubah masjid.
3.2 DASAR PELAKSANAAN TRADISI TUMBILOTOHE
a. Tradisi menyalakan lampu minyak tanah pada penghujung Ramadhan di Gorontalo, sangat diyakini kental dengan nilai agama. Dalam setiap perayaan tradisi ini, masyarakat dengan suka rela menyediakan keperluan yang dibutuhkan terutama minyak tanah. [33]
Masyarakat pada umumnya memiliki keikhlasan dalam melaksanakannya.
“Abu Hurairah r.a, Abdurrahman bin Sakhr berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya, Allah tidak melihat tubuh dan rupamu. Akan tetapi, Dia melihat hatimu.” (HR. Muslim)[34]
b. Berkaitan dengan landasan diatas, maka pemasangan lampu yang dimulai dari maghrib hingga menjelang subuh ini bertujuan untuk menerangi jalan menuju masjid karena pada zaman itu penerangan masih kurang[35].
Alasan pelaksanaan tradisi Tumbilotohe ini juga memiliki nilai akhlak.
“Daripada Abu Hurairah r.a. daripada Nabi SAW, Baginda telah bersabda: Barangsiapa yang melepaskan seorang mukmin dari pada satu kesusahan daripada kesusahan-kesusahan dunia, nescaya Allah akan melepaskannya dari pada satu kesusahan dari pada kesusahan-kesusahan Qiamat. Barang siapa yang mempermudahkan bagi orang susah, nescaya Allah akan mempermudahkan baginya di dunia dan di akhirat. Barangsiapa yang menutup ke’aiban seorang muslim, nescaya Allah akan menutup ke’aibannya di dunia dan akhirat. Allah sentiasa bersedia menolong hambaNya selagi mana dia suka menolong saudaranya. Barangsiapa yang melalui suatu jalan untuk menuntut ilmu, nescaya Allah akan mempermudahkan baginya suatu jalan menuju ke syurga. Sesuatu kaum tidak berkumpul di salah sebuah rumah-rumah Allah (iaitu masjid) sambil mereka membaca Kitab Allah dan mengkajinya sesama mereka melainkan suasana ketenangan akan turun ke atas mereka, rahmat akan melitupi mereka dan mereka akan di kelilingi oleh para malaikat dan Allah akan menyebut (perihal) mereka kepada orang-orang yang berada di sisiNya. Barang siapa yang terlambat amalannya, nescaya nasab keturunannya tidak mampu mempercepatkannya.”[36]
c. Berkaitan dengan alasan diatas, Tumbilotohe juga bermaksud untuk mendorong warga agar tetap beramai-ramai kemasjid agar ibadah puasa benar-benar menjadi sempurna, tuntas sehingga ibadah puasa betul-betul mencapai totalitasnya,[37]melaksanakan ibadah tarwih dan tadarus sepanjang malam.[38]
Artinya : “Sesungguhnya Aku telah menurunkannya (Al-Qur’an) pada malam yang penuh berkah”.(QS. Ad-Dukhan : 3)[39]
Artinya : “Al-Qur’an ini adalah pedoman bagi manusia, petunjuk dan rahmat bagi kaum yang meyakini”. (QS. Al-Jasiyah : 20)[40]
d. Perayaan Malam Tumbilotohememberi makna sebagai penerangan bagi umat Muslim yang ingin beribadah ke masjid dan beribadah untuk mendapatkan malam Lailatul Qadar. Saat malam Lailatul Qadar, orang-orang berbondong-bondong ke masjid untuk mendengarkan ceramah demi mendapatkan pencerahan yang diidentikkan dengan lampu-lampu yang dipasangi untuk penerangan. Pemasangan lampu itu mengingatkan bahwa kitab suci Al-Quran membawa jalan terang bagi umat manusia agar kembali hidup dalam kebenaran sekaligus menerangi orang-orang yang berada di sekitarnya.[41]
“Carilah lailatul qadar pada malam-malam ganjil dari sepuluh hari terakhir Ramadhan”. (HR. Bukhari dan Muslim)[42]
“Nabi SAW bersabda, Lailatul Qadar terjadi pada malam kedua puluh tujuh”. (HR. Ahmad dan Abu Dawud)[43]
Pendapat lain mengatakan bahwa Lailatul Qadar jatuh pada malam tanggal dua puluh lima, atau dua pulh tujuh, atau dua puluh Sembilan dibualan Ramadhan.[44]
e. Tumbilotohe adalah suatu tradisi suku Gorontalo sebagai rangkaian kegiatan dibulan Ramadhan dan pada malam pertama Tumbilotohe, zakat fitrah mulai dihantar oleh masing-masing diri pribadi kepada yang berhak menerimanya...”.[45]
“Nabi SAW bersabda, Zakat fitrah sebagai pencuci bagi yang berpuasa dari hal yang sia-sia dan tindakan keji, serta member makan bagi orang miskin. Barang siapa yang menunaikannya sebelum sholat Id, maka ia menjadi zakat yang diterima,. Dan barang siapa yang menunaikannya setelah sholat Id, maka ia seperti sedekah biasa”. (HR. Abu Daud, Ibnu Majah dan lain-lain)[46]
f. Tradisi merupakan suatu prestasi kreasi manusia yang a material artinya berupa bentuk-bentuk prestasi psikologis seperti ilmu pengetahuan, kepercayaan, seni dan sebagainya. Hal ini dibuktikan dengan tradisi Tumbilotohemenjadi magnet pariwisata dan pada tahun 2007, malam Tumbilotohe masuk Museum Rekor Indonesia (MURI) karena berhasil menyalakan 5.000.000.000 lampu.[47]
3.3 NILAI-NILAI TRADISI TUMBILOTOHE
Nilai-nilai dalam tradisi Tumbilotohe diuraikan sebagai berikut :
a. Nilai Sejarah
Merupakan bagian dari sejarah perkembangan syiar islam dimasyarakat Gorontalo.
b. Nilai Budaya
Yaitu merupakan tradisi yang membudaya bagi masyarakat muslim menjelang idul fitri.
c. Nilai Sosial
Yaitu mulai 27 Ramadhan masyarakat melaksanakan penyerahan / penerimaan zakat fitrah[48]
BAB III
METODE PENELITIAN
Metode adalah suatu cara, jalan, petunjuk pelaksanaan atau petunjuk teknis, sehingga memiliki sifat yang praktis. Adapun metodologi disebut sebagai Science of Methods’, yaitu ilmu yang membiacarakan cara, jalan atau petunjuk praktis dalam penilitian.[49]
A. JENIS DAN PENDEKATAN PENELITIAN
1. JENIS PENELITIAN
Dalam penelitian ini penulis menggunakan jenis penelitian deskriptif kualitatif. Rancangan deskriptif adalah memberikan gambaran yang jelas dan akurat tentang material dan fenomena yang sedang diteliti. Penelitian deskriptif bertujuan untuk medeskriptifkan apa yang saat ini berlaku.[50] Kualitatif yaitu penelitian yang memusatkan perhatiannya pada prinsip-prinsip umum yang mendasari perwujudan dari satuan-satuan gejala yang ada dalam kehidupan manusia.[51] Data yang diperoleh (berupa kata-kata dan perilaku) tidak dituangkan dalam bentuk bilangan atau statistik, melainkan tetap dalam kualitatif yang memiliki arti yang lebih kaya dari sekedar angka atau frekuensi (deskriptif analitik).[52]Penelitian kualitatif adalah sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata (bias lisan untuk penelitian social, budaya, filsafat, catatan-catatan yang berhubungan dengan makna, nilai serta pengertian.[53]
Dalam penelitian ini peneliti berusaha memaparkan atau menggambarkan data temuan penelitian dalam bentuk kalimat-kalimat berupa keterangan atau pernyataan-pernyataan dari respon sesuai dengan kenyataan yang ada. Alasan digunakan pendekatan ini karena ditinjau dari data yang diperoleh yaitu berupa data dalam bentuk kategori atau atribut. Disamping itu, proses pengumpulan data dan bentuk pemecahan serta analisanya lebih bersifat partisipatoris, dimana peneliti pula dapat menjadi instrument.
2. PENDEKATAN PENELITIAN
Adapun pendekatan yang digunakan peneliti dalam penelitian ini adalah :
a. Pendekatan Fenomonologis yaitu berusaha memahami arti peristiwa-peristiwa dan kaitan-kaitannya terhadap orang-orang biasa dalam situasi tertentu.[54] Dalam pendekatan penelitian ini yang menjadi perhatian dan fenomena utama adalah tradisi Tumbilotohe yang merupakan bagian dari tradisi Gorontalo setiap hari ke-27 pada bulan Ramadhan.
b. Pendekatan Historis, bertujuan untuk mendeskripsikan apa-apa yang telah terjadi pada masa lampau.[55] Dengan adanya pendekatan historis, peneliti berusaha menemukan dan memahami peristiwa masa lampau dengan cara menampilkan dan menafsirkan fenomena melalui dokumenter bersifat dokumentasi maupun gambaran-gambaran pendapat dan pemikiran tokoh yang berkaitan dengan tradisi Tumbilotohe.
c. Pendekatan Filosofis, yaitu peneliti berusaha memecahkan masalah yang diteliti secara rasional melalui pemikiran yang terarah, mendalam dan mendasar tentang hakekatnya dengan berpikir dalam bentuk analisa spekulatif berdasarkan fenomena yang ada. Maksudnya adalah melihat suatu permasalahan dari sudut tinjauan filsafat dan berusaha untuk menjawab dan memecahkan permasalahan itu dengan menggunakan analisis spekulatif.[56]
B. KEHADIRAN PENELITI
Sesuai dengan pendekatan penelitian yang digunakan, maka kehadiran peneliti mutlak diperlukan. Hal ini disebabkan karena disamping pengumpul data seorang peneliti dapat pula berfungsi sebagai intstrumen, partisipan penuh, pengamat partisipan, atau pengamat penuh.
Kehadiran peneliti dalam suatu penelitian lapangan sangat menentukan dalam memperoleh data yang autentik untuk suatu karya ilmiah. Kehadiran peneliti ditempat penelitian setelah menyusun rancangan penelitian dan memilih lapangan sebagai objek penelitian.
C. LOKASI PENELITIAN
Dalam penelitian lapangan atau penelitian kancah atau Field Research adalah penelitian dilapangan atau dalam masyarakat, yang berarti bahwa datanya diambil atau didapat dari lapangan atau masyarakat.[57] Sehingga itu, lokasi penelitian adalah tempat penelitian memperoleh data yang diperlukan dalam membahas masalah penelitian. Dalam hal ini peneliti mengambil lokasi penelitian di Desa Popalo Kecamatan Anggrek Kabupaten Gorontalo Utara.
Adapun alasan peneliti memilih tempat tersebut adalah sebagai berikut :
1. Guna suksesnya penelitian maka peneliti mengambil lokasi yang mudah dijangkau.
2. Lokasi kehidupan masyarakatnya masih erat dengan keaslian tradisi Tumbilotohe. Masyarakat dilokasi penelitian masih banyak menggunakan penerangan dari lampu berbahan bakar minyak tanah sehingga pelaksanaan tradisi Tumbilotohe masih erat dengan keaslian Tumbilotohe bahkan masih ada sebagian masyarakat yang menggunakan lampu jenis Padamala yaitu lampu yang terbuat dari pepaya yang dibelah dua dengan bahan bakar minyak kelapa dan sumbu yang digunakan adalah kapas.
D. SUMBER DATA
Sumber data adalah objek atau subjek dimana data dapat diperoleh. Data ini dapat berupa kata-kata dan tindakan orang-orang yang diwawancarai. Sumber data bisaberupa orang (responden) yang diwawancarai dan hal atau situasi yang diperoleh. Responden yaitu orang yang merespon/menjawab pertanyaan-pertanyaan peneliti, baik secara lisan maupun tulisan.[58]
Sumber data dalam penelitian ini terdiri dari :
1. Sumber data primer adalah data yang diperoleh peneliti langsung dari objek yang diteliti.[59] Yang menjadi sumber utama dalam penelitian ini seperti tokoh-tokoh adat, tokoh-tokoh masyarakat (orang-orang tua terdahulu), sejarawan, atau kepala desa.
2. Sumber data sekunder adalah data yang diperoleh dari dokumen, publikasi yang sudah dalam bentuk jadi. Data sekunder adalah data yang diperoleh melalui bahan kepustakaan.[60] Yang dimaksud suber data sekunder berupa dokumentasi atau buku-buku tentang tradisi Tumbilotohe. Penelitian tersebut mungkin juga mencantumkan materi deskriptif mengenai peristiwa, tindakan, pranata, dan sudut pandang pelaku yang dapat dipakai sebagai data dan dianalisis dengan suatu metode.[61]
E. METODE PENGUMPULAN DATA
Pada proses kegiatan penelitian, keberadaan data menjadi salah satu syarat dalam mencapai keberhasilan suatu penelitian, karena pada dasarnya data adalah segala fakta dan angka yang diperoleh dari hasil pencatatan peneliti yang dijadikan bahan untuk menganalisis dan menyusun sebuah informasi, sedangkan informasi sendiri menunjukkan hasil dari pengolahan data yang dipakai untuk suatu keperluan.
Untuk memperoleh data yang diperlukan dalam membahas masalah penelitian ditempuh langkah-langkah sebagai berikut :
1. Library Research yaitu suatu pola pengumpulan data dengan cara membaca dan memaknai secara langsung buku referensi atau teori yang berkaitan dengan permasalahan yang diteliti. Research berarti pencarian ulang, secara definitif ia merupakan suatu kegiatan yang sistematis dan obyektif untuk mengkaji suatu masalah.[62] Hal ini menggunakan metode :
a. Mengutip langsung yaitu penulis pembaca literatur kemudian mengutip dari teks tersebut tanpa mengubah bahasa aslinya.
b. Kutipan tidak langsung yaitu penulis membaca literatur yang dinilai berkaitan dengan permasalahan yang dibahas kemudian mengambil intisari dari literatur tersebut dengan mengubah bahasa aslinya.
2. Field Research yaitu pengumpulan data dengan cara terjun langsung meneliti ke objek penelitian untuk memperoleh data dengan menggunakan 3 (Tiga) metode :
a. Metode Observasi yaitu pengamatan yang sengaja dilakukan secara sistematis, didukung dengan pencatatan terhadap gejala-gejala yang berhasil diamati.[63] Yaitu dengan melakukan pengamatan ke lokasi penelitian, merupakan teknik awal yang digunakan untuk kemungkinan memperoleh kemudahan dalam pengumpulan data umum objek penelitian.
b. Metode Wawancara yaitu pada umumnya digunakan untuk menggali keterangan mengenai cara berlaku yang telah menjadi kebiasaan hal-hal yang dipercayai dan nilai-nilai yang dianut.[64] Teknik pengumpulan data dengan cara mewawancarai langsung para responden baik tokoh-tokoh adat maupun orang-orang tua terdahulu guna mendapatkan data lengkap data utama.
c. Metode Dokumentasi merupakan metode yang dapat dilakukan dengan sederhana, peneliti cukup memegang check-list untuk mencatat informasi atau data yang sudah ditetapkan.[65] teknik penelitian yang digunakan ini tujuannya untuk mendapatkan data sebagai bahan relevansi untuk memperoleh data yang terkait dengan masalah penelitian, yaitu dokumen yang berkaitan dengan tradisi Tumbilotohe.
F. TEKNIK ANALISIS DATA
Proses selanjutnya dalam penelitian ini adalah analisis data. Analisis kualitatif dilakukan pada data yang tidak dapat dihitung, bersifat monografis atau berwujud kasus-kasus, objek penelitiannya dipelajari secara utuh dan sepanjang itu mengenai manusia maka hal tersebut menyangkut sejarah hidup manusia.[66] Dalam menganalisis data, peneliti menempuh langkah-langkah sebagai berikut :
1. Reduksi data adalah memilih hal-hal pokok yang sesuai dengan fokus penelitian. Data yang direduksi memberi gambaran yang lebih tajam tentang hasil pengamatan, juga mempermudah peneliti untuk mencari kembali data yang diperoleh bila diperlukan.[67]
2. Display data yaitu data yang bertumpuk-tumpuk, laporan lapangan yang tebal, sulit ditangani sulit melihat hutannya karena pohonnya.[68] dengan cara penyajian data yaitu sekumpulan informasi tertulis yang diperoleh dari data yang telah direduksi yang memberi kemungkinan adanya penarikan kesimpulan.
3. Pengambilan keputusan dan verifikasi adalah aktivitas memaknai data sehingga makna data dapat ditemukan dalam bentuk tafsiran dan argumentasi.[69]
G. PENGECEKAN KEABSAHAN DATA
Kegiatan ini dimaksudkan untuk memberikan gambaran mengenai kebenaran data yang ditemukan oleh peneliti dilapangan. Cara yang dilakukan peneliti adalah memperdalam observasi terhadap objek penelitian dan memperpadat frekuensinya dengan langkah-langkah sebagai berikut :
1. Seorang peneliti termasuk juga instrument peneliti karena dibutuhkan keikutsertaannya tidak hanya dalam waktu singkat tetapi juga memerlukan perpanjangan keikutsertaan untuk meningkatkan derajat kepercayaan data yang dikumpulkan.
2. Ketekunan pengamatan untuk menemukan ciri-ciri dan unsur-unsur dalam situasi yang sangat relevan dengan persoalan yang sedang dibahas.
3. Triangulasi dapat dilakukan dengan menguji pemahaman peneliti dengan pemahaman informan tentang hal-hal yang diinformasikan informan kepada peneliti. Hal ini perlu dilakukan mengingat dalam penelitian kualitatif, persoalan pemahaman makna suatu hal bisa jadi berbeda antara orang satu dan lainnya. Termasuk juga umpamanya adalah kemungkinan perbedaan pemahaman pemaknaan antara informan dan peneliti.[70]Triangulasi juga merupakansuatu teknik pemeriksaan keabsahan data dengan memanfaatkan sesuatu yang diluar data sebagai pembanding.
a. Triangulasi sumber data yaitu mengumpulkan informasi yang diperoleh dari berbagai sumber data dengan melakukan pengecekan data (cek, cek ulang, cek silang). Pengecekan adalah melakukan wawancara kepada 2 (Dua) atau lebih responden dengan pertanyaan yang sama. Cek ulang berarti melakukan proses wawancara secara berulang dengan mengajukan pertanyaan mengenai hal yang sama dalam waktu berlainan. Cek silang berarti menggali keterangan tentang keadaan responden satu dengan yang lain.
b. Triangulasi dengan metode dilakukan dengan cara :
1. Membandingkan hasil pengamatan pertama dengan pengamatan berikutnya.
2. Membandingkan hasil pengamatan dengan hasil wawancara.
3. Membandingkan hasil wawancara pertama dengan hasil wawancara berikutnya.
Penekanan dari hasil perbandingan ini untuk mengetahui alasan-alasan terjadinya perbedaan data yang diperoleh selama proses pengumpulan data.[71]
BAB IV
PEMBAHASAN
A. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
1. SEJARAH SINGKAT TERBENTUKNYA DESA POPALO
Popalo berasal dari kata Taluhu Tilumopalo artinya adalah muara yang berpisah-pisah. Desa Popalo awalnya merupakan sebuah dusun yang terletak di Desa Tolongio Kecamatan Kwandang Kabupaten Gorontalo Provinsi Sulawesi Utara. Pada tanggal 1 Desember 1992 ditetapkan menjadi desa persiapan, kemudian tanggal 25 Mei 1994 menjadi desa defenitif yaitu desa Popalo Kecamatan Kwandang Kabupaten Gorontalo Provinsi Sulawesi Utara sebelum Gorontalo ditetapkan menjadi provinsi ke-32 tanggal 22 Desember tahun 2000 dan sebelum Kabupaten Gorontalo Utara ditetapkan menjadi sebuah kabupaten pada tanggal 2 Januari tahun 2007.
2. LETAK GEOGRAFIS DESA POPALO
Luas Desa Popalo 22,74 km2. Secara geografis Desa Popalo dalam hal ini kantor desa terletak antara 00048’47.6” LU dan 122049’09.9” BT. Desa Popalo merupakan desa yang berada pada Kecamatan Anggrek Kabupaten Gorontalo Utara. Jarak Desa Popalo dengan ibu kota kecamatan 7,3 km, dengan ibu kota kabupaten 7,7 km, dan dengan ibu kota provinsi 59,1 km.
3. KEADAAN PEMERINTAH DESA POPALO
Gambaran perkembangan pemerintahan Desa Popalo pada masa sekarang ini sudah mengalami kemajuan disegala bidang, terutama dalam bidang peningkatan produksi pertanian dan kelautan yang telah berhasil meningkatkan kesejahteraan masyarakat terutama menyangkut masalah budi daya rumput laut. Hal ini tidak lepas dari usaha pemerintah desa dalam memperhatikan masyarakatnya dan selalu memberi dukungan kepada masyarakat agar kesejahteraan masyarakat selalu meningkat.
TABEL 1
STRUKTUR PEMERINTAHAN DESA POPALO
TAHUN 2014
NO | NAMA | JABATAN |
1 | Iyong Botutihe | Kepala Desa |
2. | Gaflan Bausin, S.Pd.I | Sekertaris Desa |
3. | Bendahara | Melianda Raisi |
4. | Harlina Hadui | Ka. Ur. Pemerintahan |
5. | Nopi Olinggahe | Ka. Ur. Pembangunan |
6. | Melianda Raisi | Ka. Ur. Umum |
7. | Linda Bilondatu | Ka. Dus. Pilobutuwa |
8. | Amir Hadui | Ka. Dus. Iloheluma |
9. | Hairun Halaa | Ka. Dus. Sipatana |
10. | Salim Raisi | Ka. Dus. Iloponu |
11. | Asia Raisi | Ka. Dus. Libuo |
@Sumber : Profil Desa Popalo
4. KEADAAN PENDUDUK DESA POPALO
Jumlah penduduk Desa Popalo adalah 949jiwa, yang terdiri atas 428laki-laki dan 521perempuan, dengan sex ratio (Rasio Jenis Kelamin) 82. Kepadatan penduduk Desa Popalo adalah 42jiwa/km2. Adapun jumlah Kepala Keluarga (KK) di Desa Popalo adalah 249 KK dengan rata-rata anggota keluarga berjumlah 4 jiwa.
TABEL 2
KEADAAN PENDUDUK DESA POPALO
TAHUN 2014
LAKI-LAKI | PEREMPUAN | JUMLAH |
428 | 521 | 949 |
@Sumber : Profil Desa Popalo
4.1 SUMBER MATA PENCAHARIAN MASYARAKAT DESA POPALO
Mata pencaharian penduduk Desa Popalo antara lain bergerak dibidang pertanian, hasil kelautan yaitu perikanan dan rumput laut, perdagangan. Adapun sarana penangkap ikan yang digunakan oleh nelayan berupa motor tempel dan perahu tanpa motor. Jenis alat tangkap yang digunakan berupa jaring insang (Gillnet). Sarana perekonomian di Desa Popalo berupa 1 lokasi pasar tradisional.
4.2 KEADAAN BANGUNAN PERUMAHAN DESA POPALO
Kualitas bangunan rumah penduduk di Desa Popalo terdiri atas permanen dengan jumlah 36, semi permanen 74, dan tidak permanen sebanyak 45. Dengan demikian total keseluruhan bangunan rumah penduduk di Desa Popalo berjumlah 155. Jika dirinci bangunan rumah penduduk menurut jenis dinding, maka 59 rumah memiliki dinding tembok, 49 rumah memiliki dnding kayu, dan 47 rumah memiliki dinding bambu. Jika dirinci bangunan rumah penduduk menurut jenis lantai, maka 15 rumah memiliki lantai keramik, 126 rumah memiliki lantai semen, dan 14 rumah yang masih berlantaikan tanah. Jika diirinci berdasarkan jenis atap, maka bangunan rumah di Desa Popalo terdiri atas 124 rumah beratapkan seng dan 31 rumah beratapkan rumbia. Jumlah keluarga yang menggunakan penerangan PLN dengan meteran yaitu berjumlah 86 keluarga, PLN tanpa meteran berjumlah 23 keluarga, dan 18 keluarga menggunakan tenaga diesel. Adapun sumber air minum di Desa Popalo yaitu menggunakan sumur dengan digunakan oleh 203 keluarga.
4.2 KEADAAN UMAT BERAGAMA DESA POPALO
TABEL 3
KEADAAN PENDUDUK MENURUT AGAMA
TAHUN 2014
NO | AGAMA | JUMLAH |
1. | Islam | 699 |
2. | Protestan | 101 |
3. | Pantekosta | - |
4. | Katholik | - |
5. | Hindu | - |
6. | Budha | - |
@Sumber : Profil Desa Popalo
5. FASILITAS DI DESA POPALO
5.1 PENDIDIKAN
TABEL 4
KEADAAN FASILITAS PENDIDIKAN DESA POPALO
TAHUN 2014
NO | FASILITAS PENDIDIKAN | JUMLAH |
1. | PAUD/TK | 1 |
2. | SDN 1 Popalo | 1 |
3. | SMP Negeri 2 Anggrek | 1 |
4. | SMK Kelautan Gorontalo Utara | 1 |
@Sumber : Profil Desa Popalo
5.2 KEADAAN SARANA DAN PRASARANA DI DESAP POPALO
TABEL 5
KEADAAN SARANA DAN PRASARANA DESA POPALO
TAHUN 2014
NO | SARANA DAN PRASARANA | JUMLAH |
1. | Taman Kanak-Kanak | 1 |
2. | Sekolah Dasar | 1 |
3. | Sekolah Menengah Pertama | 1 |
4. | Sekolah Menengah Atas/Sederajat | 1 |
5. | Masjid dan Musholah | 3 |
6. | Gereja | 2 |
7. | Markas Brigif 22 Otamanasa | 1 |
8. | Kantor Polisi Sektor Anggrek | 1 |
9. | Pusat Kesehatan Masyarakat | 1 |
10. | Pos Pelayanan Terpadu | 1 |
11. | Kantor Urusan Agama | 1 |
@Sumber : Profil Desa Popalo
B. PELAKSANAAN TRADISI TUMBILOTOHE DI DESA POPALO KECAMATAN ANGGREK KABUPATEN GORONTALO UTARA
Dalam pelaksanaan tradisi Tumbilotohemenurut kebiasaan masyarakat Gorontalo pada umumnya dan masyarakat Desa Popalo pada khususnya yang sudah menjalankan tradisi Tumbilotohe tersebut secara turun temurun bahwa sehari sebelum pelaksanaannya, maka ada hal-hal penting yang harus dipersiapkan terlebih dahulu.
Berdasarkan hasil penelitian dilapangan yang dilakukan oleh peneliti, dalam pelaksanaan tradisi Tumbilotoheterdiri dari beberapa tahap yaitu :
1. TAHAP PERSIAPAN
Menurut pendapat Bapak Herdi Halaa selaku tokoh masyarakat bahwa menjelang pelaksanaan tradisi Tumbilotohe di Desa Popalo Kecamatan Anggrek Kabupaten Gorontalo Utara, maka masyarakat setempat mempersiapkan alat dan bahan terlebih dahulu, kemudian bahan-bahan tersebut akan dibuat dan dirangkai menjadi simbol-simbol.[72]
Adapun bahan-bahan yang akan dibuat atau dirangkai menjadi simbol-simbol dalam tradisi Tumbilotohe menurut Bapak Irpan Hadi adalah sebagai berikut :
b. Daun Kelapa akan dipergunakan sebagai Janur Kuning atau disebut Lale
c. Botol Mudah Pecah (bukan botol plastik atau yang mudah terbakar) atau kaleng akan dijadikan tempat minyak tanah
d. Sumbu atau Tubu[75]yang akan dipasang pada penutup botol atau penutup kaleng.
e. Bunga jenis Polohungo, Pisang atau Lambi,dan Tebu atau Patodu sebagai hiasan pada tiang Alikusu.[76]
2. TAHAP PEMBUATAN
Menurut pendapat Bapak Gaflan Bausin, S.Pd.I selaku Sekertaris Desa Popalo mengatakan bahwa tahap pembuatan simbol-simbol tradisi Tumbilotohe adalah sebagai berikut :
a. Alikusu
Rangkaian Alikusu terbuat dari Balaki atau Talilo yang dibuat berbentuk huruf n yang kemudian diatasnya ada rangkaian berbentuk kubah masjid yang terbuat dari Talilo yang sudah dibelah dan sudah dihaluskan. Setelah rangkaian Alikusu selesai, maka sebagian masyarakat ada yang sudah meletakkan dengan posisi berdiri dan siap digunakan, dan ada juga yang meletakkan atau memajangnya di pintu depan rumah nanti pada hari pelaksanaannya sebelum buka waktu buka puasa atau sebelum waktu sholat magrib.
b. Tohe
Rangkaian Tohe terbuat dari Botol Mudah Pecah (bukan botol plastik yang mudah terbakar) atau terbuat dari kaleng untuk diisi minyak tanah.
c. Tubu
Tubuatau sumbu biasanya menggunakan sumbu kompor atau kain yang dipotong dengan lebar ± 2 cm dan panjang ± 15 cm (dengan syarat panjangnya akan tercelup pada minyak tanah), kemudian dimasukan ke pipa kecil yang terbuat dari kaleng sebagai tempat sumbu.
d. Lale, Polohungo, Lambi dan Patodu
Lale diikat pada Talilo yang melengkung berbentuk kubah, Polohungo dan Patodu diikat pada tiang Alikusu dan Lambi digantung pada Alikusu. Pemasangan keempat hiasan tersebut, bagi sebagian masyarakat Desa Popalo Kecamatan Anggrek Kabupaten Gorontalo Utara dipasang sehari sebelum pelaksanaan dan ada juga yang memasangnya nanti pada hari pelaksanaannya yaitu waktu sore hari sampai sekitar pukul 17.00 WITA.[77]
3. TAHAP PELAKSANAAN
Menurut Bapak Andi Nurdin, S.Agselaku tokoh agama bahwa saat pelaksanaan tradisi Tumbilotoheakan dimulai secara bersamaan tepat setelah umat islam melakukan buka puasa dan sholat magrib.
Dalam proses menyalakan lampu, diawali oleh kepala keluarga sekaligus memimpin dalam pembacaan surat Al-Qadr yang diikuti oleh ibu rumah tangga dan anak-anak. Pembacaan surat Al-Qadr karena diyakini oleh masyarakat Desa Popalo sebagai malam ke-27 sebagai malam turunnya Lailatul Qadaratau dikenal sebagai malam kemuliaan karena selain sebagai malam Lailatul Qadar, pada malam itu juga sebagai malam permulaan turunnya Al-Qur’an. Pada malam itulah Allah SWT akan mengabulkan doa-doa hambanya pada saat memperbanyak amalan ibadahnya.
Beliau mengatakan bahwa pada saat pelaksanaan tradisi Tumbilotohe itulah selain memberikan warna dan ciri khas persatuan dan gotong royong, juga pada malam itu semua warga merasa bahagia karena adanya semarak Tumbilotohe dan juga lahir perhatian dan kepedulian penuh ketulusan dan keikhlasan karena sulitnya memperoleh minyak tanah pada zaman sekarang serta ditandai dengan keikhlasan membeli minyak tanah sebagai tanda ikhlas memberi kepada yang berhak menerima yaitu melalui zakat.
Beliau juga mengatakan bahwa walaupun zaman sekarang sebagian masyarakat sudah menggunakan lampu serba listrik dalam kehidupan sehari-hari, tetapi beliau masih tetap mempertahankan tradisi sesuai warisan leluhur menggunakan lampu dengan nyala api karena nyala api sesuai dengan arti dari Tumbilo yaitu menyalakan dengan api. Oleh karena itu, perbuatan yang tidak dilakukan dengan ikhlas dan sungguh-sungguh maka sulit untuk mencapai derajat iman, sedangkan semua rangkaian persiapan dan pelaksanaan Tumbilotohe dilaksanakan secara gotong royong artinya inilah bukti orang Gorontalo yang memiliki sifat ikhlas dan ihtisab, maksud ihtisab adalah melakukan suatu perbuatan baik semata-mata mengharapkan ridho Allah SWT.[78]
C. MAKNA FILOSOFIS DARI SETIAP SIMBOL-SIMBOL YANG TERDAPAT DALAM TRADISI TUMBILOTOHE
Dalam pelaksanaan tradisi Tumbilotohe maka diperlukan rangkaian simbol-simbol yang merupakan bagian terpenting karena mempunyai makna tersendiri bagi masyarakat Gorontalo. Menurut Bapak Raden Husain selaku tokoh adat mengatakan bahwa simbol-simbol dalam tradisi Tumbilotohe sangat diperlukan karena disitulah makna dalam tradisi ini. Simbol-simbol dalam tradisi Tumbilotohe bukan sekedar dibuat begitu saja, disamping memiliki makna filosofisnya, juga selalu mengikuti anjuran dan himbauan pemerintah setempat baik ukurannya maupun waktu pelaksanaannya.[79]
Adapun makna filosofis dari simbol-simbol dalam tradisi Tumbilotohe hasil wawancara peneliti dengan beberapa tokoh adalah sebagai berikut :
1. Alikusu
Menurut Bapak Raden Husain selaku tokoh adat bahwa Alikusu adalah kerangka yang membentuk kubah masjid yang terbuat dari Talilo yang memiliki makna simbolik berupa tempat hidup, atau tempat tinggal karena disitulah lampu-lampu diletakkan dalam keadaan menyala dan bermanfaat, sedangkan makna filosofisnya adalah berkumpulnya kesatuan roh dan jasad, maksudnya adalah jasad itu adalah Tohe sedangkan rohnya adalah cahaya lampu. Selain itu, beliau juga mengatakan bahwa Alikusu dimaknai sebagai tempat dari :
a. Laleyaitu janur kuning sebagai simbol Tuwango Lipu yaitu masyarakat.
b. Toheyaitu lampu sebagai simbol Al-Qur’an yang merupakan petunjuk dan penerang jalan hidup manusia.
c. Polohungoyaitu bunga sebagai simbol adanya proses kehidupan yang berwarna-warni.
d. Patoduyaitu tebu sebagai simbol perilaku masyarakat.
e. Lambiyaitu pisang sebagai simbol Lala’ayaitu keluarga dan Lembo’a yaitu lingkungan.
2. Lale
Lale atau janur kuning sebagai hiasan pada Alikusu yang berbentuk kubah masjid yang memiliki makna simbolik Tuwango Lipu yaitu masyarakat yang dianjurkan untuk berhias diri dalam menyambut tamu agung Lailatul Qadar, sedangkan makna filosofisnya adalah Lale yang selalu menari tertiup angin walaupun jumlahnya tidak sampai seribu namun terlihat banyak atau ribuan sebagai tanda malam kehadiran malam seribu bulan yang disambut oleh ribuan masyarakat setempat atau umat islam yang selalu bersedia walau kondisi hidupnya dalam keadaan apapun tetap bersuka cita menerima dan memuliakan dan tidak menyia-nyiakan serta mengagungkan tamunya yaitu Lailatu Qadar.
3. Tohe
Tohe yang terdiri dari :
a. Padamala
Sejarah Padamala berawal dari Kima (kerang) yang diisi dengan minyak kelapa dan dibuatkan sumbu, setelah kerang mulai berkurang maka diganti dengan pepaya yang dibelah dua lalu diisi minyak kelapa dan dibuatkan sumbu. Semakin lama pepaya juga semakin berkurang maka diganti dengan gelas sebagaimana tersebut diatas sampai dengan sekarang. Disamping dari Padamala yang terbuat dari gelas, dibuat pula Padamala dari seng atau kaleng.[80]Menurut Bapak Toto’o Halaa bahwa Kimamemiliki makna filosofis bahwa manusia harus mempunyai azas, dasar atau prinsip yang kuat yang sesuai dengan petunjuk agama islam agar dalam mencari dan membuat suatu cahaya kehidupan harus pijakannya tidak mudah membalikan tempat[81]energi[82]untuk mempertahankan cahaya. Sedangkan tempat atau wadah dari minyak kelapa dan sumbu tempat untuk mempertahankan cahaya itu berganti dari waktu ke waktu tetap memiliki makna yang sama.[83]
a. Butuluatau botol/kaleng sebagai tempat minyak tanah memiliki makna simbol sebagai kekuatan hidup dan harus teguh serta sabar sebab bila botol atau kaleng tersebut goyah tertiup angin maka pastinya lampu pun mati atau padam sedangkan makna filosofisnya adalah merupakan Al-Qur’an sebagai kekuatan rohani atau kekuatan iman yang akan memberikan cahaya pada jalan kehidupan (sumbu lampu).[84] Menurut Bapak Toto’o Halaa bahwa inti dari pada Tumbilotohe terdapat pada lampu. Lampu itu memberikan cahaya yang sering redup bagaikan kehidupan yang kita jalani, cahaya itu ada pada mata kita untuk melihat semua tentang alam dan ciptaan Tuhan dan cahaya itu terdapat dalam jiwa kita sebagai penuntun dalam hidup kita. Beliau mengatakan bahwa tohe-tohe to mato atau tinelo mato wawu tohe-tohe to batanga atau tinelo batanga yang maksudnya adalah bercahaya dimata dan bercahaya dalam diri kita.[85]
b. Menurut Bapak Raden Husain bahwa Tubu yang memiliki makna simbolik sebagai jalan kehidupan yang berakar pada Al-Qur’an sedangkan makna filosofisnya adalah sebagai tempat lahirnya cahaya kehidupan yang berakar dari Al-Qur’an.[86] Hal ini diperjelas lagi oleh Bapak Hi. Mansyur Dali, S.Pd. M.Pd selaku tokoh adat mengatakan bahwa itulah ciri khas orang Gorontalo, karena Tubuatau sumbu terdiri beberapa untaian benang sebagai tanda bahwa orang Gorontalo lurus seperti benang dan selalu berupaya untuk bertahan walau tertiup angin dan apabila kusut (yang dimaksudkan kusut adalah akal dan hatinya) maka pasti tindakannya sangat kasar. Oleh karena itu, dalam menyalakan lampu mnggunakan nyala api menurut beliau termasuk membakar perilaku yang mudah kusut dan tetap selalu berdiri teguh pada Butulu yang merupakan simbol Al-Qur’an yang akan selalu mendukung cahaya kehidupan.[87]
4. Polohungo
Polohungo adalah sejenis bunga yang beraneka ragam warnanya yang diikat menjadi satu yang kemudian digantung pada Alikusu memiliki makna simbol bahwa dalam kehidupan pribadi pasti akan mengalami warni-warni proses kehidupan, yaitu ada suka ada duka, ada tawa ada sedih, dan dalam kehidupan bermasyarakat pastinya ada perbedaan namun diikat menjadi satu yaitu umat islam, sedangkan makna filosofisnya adalah bunga memiliki makna keindahan sehingga segala macam perbedaan itu sebenarnya indah karena tetap terpancar oleh cahaya Tohe yang didukung oleh Butulu sebagai Al-Qur’an. Hal ini mengingatkan kita bahwa berbeda tanpa wadah yaitu tanpa pemahaman ajaran islam dalam Al-Qur’an maka pasti tidak akan tercipta kebersamaan atau gotong royong atau persatuan seperti rakyat Gorontalo dengan suka cita melaksanakan tradisi Tumbilotohe.[88]
5. Patodu
Menurut Bapak Toto’o Halaa bahwa Patodu memiliki makna simbolik sebagai pemanis. Makna filosofisnya adalah motivasi untuk berperilaku baik karena sifatnya Patodu semakin tua usianya semakin manis pula isinya.[89]Menurut Bapak Andi Nurdin, S.Ag selaku tokohadat mengatakan bahwa dengan adanya Tohe sebagai Al-Qur’an yang memberikan cahaya kehidupan, maka pasti orang akan berperilaku seperti manfaat tebu yaitu semakin tua usianya semakin manis isinya.[90]Hal ini diperjelas oleh Bapak Hi. Mansyur Dali, S.Pd. M.Pd bahwa yang lebih diutamakan adalah perkataan sebab perkataan itu akan menggambarkan perilaku dan tindakan manusia.
Lo’iya Donggo to Delomiyo : Ketika kata masih didalam akal dan hati
Dutuwipo Buto’iyo : Tandai dulu dengan cara memilah dan memilih apakah sudah baik dan benar yang akan diungkapkan
Demamopiyohu Tingohiyo : Nanti sudah dianggap baik dan benar
6. Lambi
Lambi menurut Bapak Raden Husain selaku tokoh adat memiliki makna simbolik jamaah yang terdiri dari Lala’a yaitu keluarga dan Lembo’a yaitu lingkungan yang memiliki makna filosofis yaitu tekad kuat seperti pisang yang enggan mati sebelum berbuah. Maksudnya adalah selalu memakmurkan Alikusu sebagai tempat tinggal atau simbol masjid yang berarti rumah jamaah yang artinya bahwa jamaah yang selalu memakmurkan masjid dan memberikan buah dalam hidupnya berperilaku seperti Patodu untuk jamaah lainnya.[92]
Menurut Bapak Hi. Mansyur Dali, S.Pd M.Pdselaku tokoh adat bahwa makna secara keseluruhan dari semua rangkaian simbol-simbol pada tradisi Tumbilotohe adalah selalu menjadikan masjid sebagai rumah umat islam walau dijalani dengan segala macam perbedaan namun tetap bersatu sebagai jamaah yang saling memberikan manfaat melalui perilaku yang baik dan lakukan dengan suka cita. Bahkan didalam tradisi Tumbilotohe ada 3 (tiga) makna yang paling penting yaitu :
1. Ilmu yaitu yang digambarkan melalui Tohe sebagai simbol Al-Qur’an yang akan memberi petunjuk atau penerang dalam kehidupan.
2. Sedekah Jariyah yaitu adanya membiasakan diri menanamkan rasa sosial dalam mempersiapkan pelaksanaan Tumbilotohe dan ikhlas dalam menunaikan kewajiban baik puasa, zakat dan dalam perihal ibadah lainnya dalam bulan Ramadhan.
3. Anak yang saleh yang digambarkan dalam Lale dan Lambi sebagai Tuwango Lipu atau masyarakat kiranya berusaha membimbing generasi selanjutnya agar menjadi anak yang saleh yang nantinya juga akan menjadi Tuwango Lipu atau masyarakat.[93]
Menurut Bapak Andi Nurdin, S.Agselaku tokoh agama bahwa jika kekuatan salah satu diantara kita mulai redup, maka akan dibantu oleh kekuatan cahaya dari yang lain. Dan selalu mengingatkan kita bahwa energi atau kekuatan hidup tetap berlandaskan Al-Qur’an sehingga tetap memberikan cahaya selama perjalanan dalam hidup kita.
Menurut Bapak Raden Husain selaku tokoh adat mengatakan bahwa bukan saja makna dari sebuah tradisi yang harus kita ketahui, namun masyarakat Gorontalo harus mengetahui makna-makna dalam tradisi Tumbilotohe terutama makna filosofisnya dan juga nilai-nilai lainnya seperti nilai sejarah karena hal itu merupakan awal terjadinya atau lahirnya sebuah tradisi yang terutama mengenang perjuangan awal dan pengorbanan orang-orang terdahulu yang tidak lain adalah nenek moyang kita sendiri.[94]
Adapun makna-makna yang terdapat dalam tradisi Tumbilotohe selain makna filosofis adalah sebagai berikut :
1. MaknaFilosofis Tradisi TumbilotoheDipandang Dari Nilai Sejarah
Sejarah berasal dari bahasa Arab ïº¸ïº ïº®ïº“ “syajaratun” yang berarti pohon dan juga keturunan atau asal-usul.[95]Ilmu sejarah menurut Ibn Khaldun dalam kitabnya Muqqadimat ialah : pelapuran dari suatu babakan waktu atau dari tingkatan turunan manusia.[96]
a. Makna Filosofis Kaitannya Dengan Masuknya Islam di Gorontalo
Tradisi Tumbilotohe sudah berlangsung sejak abad XV.[97]Berarti sudah 1500 tahun yang lalu atau dimulai pada tahun 500-an.[98]Menurut Bapak Raden Husain selaku tokoh adat mengatakan bahwa islam masuk di Gorontalo saat itu pada tahun 400-an.[99]Dalam catatan sejarah, Gorontalo terbentuk kurang lebih 400 tahun lalu dan merupakan salah satu kota tua di Sulawesi selain Kota Makassar, Pare-pare dan Manado. Gorontalo pada saat itu menjadi salah satu pusat penyebaran agama Islam di Indonesia Timur yaitu dari Ternate, Gorontalo dan Bone.[100] Oleh karena itu, menurut Bapak Raden Husain selaku tokoh adat bahwa saat itu belum ada masjid dan pada tahun 500-an umat islam membicarakan tentang islam paling banyak pada malam hari karena waktu siang hari merupakan waktu untuk bekerja, sehingga banyak masyarakat saat itu membakar rumput nanti pada malam hari dan menyalakan lampu kemudian digantung pada pohon-pohon didepan rumah sehingga sudah mulai tradisi masyarakat.[101]
b. Makna Filosofis Kaitannya Dengan Kemerdekaan Gorontalo
Peristiwa 23 Januari 1942 bukan hanya bernuansa politik dan nasionalis dengan jiwa patriotisme, tetapi juga bernuansa budaya. Dalam lembaga (pranata) budaya Gorontalo terdapat suatu petuah bagi pemimpin yaitu Bangusa Ta:lalo ‘Bangsa Dijaga’ dan Lipu Poduluwalo ‘Tanah Air Dibela’.[102]Oleh karena itu, menurut Bapak Raden Husain selaku tokoh adat mengatakan bahwa saat itu moral dan etika tetap dipertahankan bahkan mulai saat itu lahirlah Hulunga sebelum diganti dengan Huyula yang mengandung arti yang sama yaitu gotong royong. Dengan adanya rasa kekeluargaan dan persatuan inilah tradisi menggantung lampu dipohon-pohon tetap terus berlanjut namun disesuaikan dengan situasi dan kondisi tertentu saat itu karena penjajah saat itu berpindah-pindah tempat.[103]
2. Makna Filosofis Dipandang Dari Nilai Sosial
Perubahan perilaku sosial dianggap sebagai proses eksternalisasi, objektivasi maupun internalisasi. Siapa membentuk apa, sebaliknya apa mempengaruhi siapa. Bagaimana masyarakat memahami agama hingga bagaimana peran-peran lokal mempengaruhi perilaku sosial keberagamaan mereka.[104]Menurut Bapak Andi Nurdin, S.Agselaku tokoh agamabahwa tradisi Tumbilotohe merupakan wujud kerja sama antar umat islam karena umat islam saat itu telah membantu memudahkan tetangga lainnya untuk menuju ke masjid karena tetangga saat itu jarak rumah tetangga satu dengan lainnya sangatlah jauh. Disamping itu, sistem barter (tukar menukar barang) masih berlaku saat itu, sehingga yang memiliki kelebihan janur kuning atau Lale diberikan kepada yang memerlukan dan ditukar dengan tebu atau Patoduatau sejenis keperluan lainnya untuk memenuhi pengadaan simbol-simbol dalam tradisi Tumbilotohe.[105]
Menurut Bapak Abdul Rajak Rauf selaku tokoh pendidikan bahwa rasa sosial pada saat pelaksanaan tradisi Tumbilotohejuga dimanfaatkan untuk saling berbagi melalui pengeluaran zakat. Hal ini tentunya untuk mendidik generasi selanjutnya untuk selalu saling berbagi terutama untuk menanamkan rasa ikhlas dalam setiap memberikan sesuatu.[106]
3. Makna Filosofis Dipandang Dari Nilai Budaya
Menurut BapakIyong Botutihe selaku Kepala Desa Popalo bahwa pada saat itu tradisi Tumbilotohe mudah diterima oleh setiap generasi. Seiring bertambahnya jumlah penduduk, maka semakin membudaya pula tradisi Tumbilotohe.Setiap bertambahnya generasi dengan mudah menerima dan memahami arti pentingnya keberadaan tradisi Tumbilotohe yang sampai saat ini menjadi warna dan ciri khas Gorontalo setiap malam 27 bulan Ramadhan yang sudah dikenal dinusantara. Sehingga pada pelaksanaan tradisi Tumbilotohe, semua mata tertuju dan teringat daerah Gorontalo. Hal ini dibuktikan dengan adanya tradisi Tumbilotohe, orang-orang Gorontalo yang tersebar didaerah-daerah diluar Gorontalo teringat kampung halamannya dan ingin segera kembali ke Gorontalo. Sehingga tidak heran lagi bahwa setiap menjelang pelaksanaan tradisi Tumbilotohebanyak orang-orang Gorontalo yang tersebar diluar daerah Gorontalo ikut meramaikan arus mudik. Berarti tradisi mudik bagi orang-orang Gorontalo yang berada diluar daerah paling banyak pada saat menjelang pelaksanaan tradisi Tumbilotohe..[107]
4. Makna Filosofis Dipandang Dari Nilai Agama
Menurut Bapak Andi Nurdin, S.Agselaku tokoh agama mengatakan bahwa tradisi Tumbilotohe sangat erat dengan nilai agama karena dengan adanya tradisi Tumbilotohe ini lebih memotivasi semangat ibadah umat islam. Karena mulai saat pelaksanaan tradisi Tumbilotohe mengingatkan masyarakat Desa Popalo pada khususnya bahwa masa berlalunya bulan suci Ramadhan dan hari kemenangan tinggal 3 (Tiga) hari lagi sehingga masyarakat berlomba-lomba untuk meningkatkan amalan ibadahnya. Baik berupa memperbanyak sholat pada malam hari, itiqafdimasjid, mengingatkan waktunya membayar zakat, memperbanyak bacaan Al-Qur’an, dan sebagai malam turunnya Lailatul Qadar. Tradisi Tumbilotohe dimaknai sebagai salah satu tradisi yang memiliki nilai dan pesan yang penting. Nilai dan pesan tersebut terlihat dari bentuk Alikusuyang menyerupai kubah masjid, oleh karena itu, tradisi Tumbilotohe bagi masyarakat Gorontalo dianggap merupakan suatu ruang lingkup atau bagian dari islamisasi budaya karena sangat erat dengan pesan-pesan agama.[108]
Dengan hasil penelitian ini, kiranya menjadi motivasi bagi kita agar tetap memelihara dan melestarikan tradisi Tumbilotohe yang memiliki pesan nilai yang sangat penting kepada generasi-generasi akan datang.
Menurut Bapak Gaflan Bausin, S.Pd.I selaku Sekertaris Desa Popalo bahwa untuk mempertahankan kelestarian tradisi Tumbilotohekedepannya merupakan tanggungjawab pemerintah terutama pemerintah desa dan kedepannya pemerintah desa Popalo berupaya untuk mengadakan taman baca dan galeri budaya untuk pengkaderan remaja desa dan masyarakat agar semua adat masih dapat dipertahankan dan dilestarikan. Menurut beliau bahwa tradisi itu termasuk adat, sedangkan adat menurut beliau ada yang mengartikan kelaziman dalam suatu negeri dan ada juga yang mengartikan bahwa peraturan hidup sehari-hari, namun menurut beliau bahwa adat adalah singkatan dari adab dan aturan, kedua kata tersebut mengandung arti sama yaitu aturan, namun adab merupakan aturan yang dipandang dari segi agama dan aturan merupakan bagian dari tata kelola pemerintah, pimpinan keluarga atau pimpinan dalam sebuah organisasi. Oleh karena itu, sebuah tradisi temasuk tradisi Tumbilotohe dapat dipertahankan dan terus dilestarikan apabila masyarakatnya selalu dididik tentang Adabu atau adab mulai dari rumah tangga, disekolah-sekolah dan ketika menjadi masyarakat usia remaja.[109]
Menurut Bapak Andi Nurdin, S.Ag selaku tokoh agama bahwa dalam mempertahankan tradisi Gorontalo harus ada campur tangan pemerintah terutama menyangkut biaya dalam pelaksanaan sosialisasi tentang makna-makna setiap tradisi.[110]Sama halnya yang dikatakan oleh Bapak Abdul Rajak Rauf selaku tokoh pendidikan bahwa keistimewaan dari setiap daerah diseluruh nusantara adalah dari tradisi, adat dan budayanya, tradisi disetiap daerah seharusnya dimasukkan dalam pelajaran Mulok dan hal ini tentunya harus dimasukkan dalam kurikulum oleh yang berwenang, dan untuk setiap pemerintah desa harus ada pengkaderan yang bekerja sama dengan tokoh-tokoh adat setempat. Sehingga dalam suatu pentas budaya yang memperkenalkan tradisi, adat maupun budaya dari setiap daerah, tidak kacau dan tidak bingung untuk mencari pesertanya.[111]
BAB V
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Dari pembahasan diatas, maka peneliti dapat menarik kesimpulan sebagai berikut :
1. Dalam pelaksanaan tradisi Tumbilotohe di desa Popalo Kecamatan Anggrek Kabupaten Gorontalo Utara telah berlangsung secara turun temurun secara regenerasi dan masih memiliki keaslian tradisi Tumbilotohe.
2. Makna secara keseluruhan dari semua rangkaian simbol-simbol pada tradisi Tumbilotohe adalah selalu menjadikan masjid sebagai rumah umat islam walau dijalani dengan segala macam perbedaan namun tetap bersatu sebagai jamaah yang saling memberikan manfaat melalui perilaku yang baik dan melakukan dengan suka cita karena kekuatan salah satu diantara kita mulai redup, maka akan dibantu oleh kekuatan cahaya dari yang lain. Dan selalu mengingatkan kita bahwa energi atau kekuatan hidup tetap berlandaskan Al-Qur’an sehingga tetap memberikan cahaya selama perjalanan dalam hidup kita.
B. SARAN
Dalam pelaksanaan tugas tanggung jawab ilmiah, tentunya peneliti memiliki harapan-harapan yang dituangkan dalam bentuk saran berikut ini :
1. Sesuai manfaat penelitian yang diuraikan pada bab I, maka peneliti berharap dalam penyelesain tanggung jawab ilmiah ini bermanfaat sebagai nilai tambah baik bagi peneliti, masyarakat di desa Popalo Kecamatan Anggrek Kabupaten Gorontalo Utara maupun bagi pembaca pada umumnya dan khususnya bagi masyarakat Gorontalo.
2. Peneliti berharap bahwa hasil penelitian ini bernilai ibadah dan menjadi motivasi bagi kita semua dalam mempertahankan, memelihara dan melestarikan tradisi Tumbilotohe.
3. Diharapkan agar hasil penelitian ini menjadi sebuah ilmu pengetahuan tentang Tumbilotohe, dan menjadi informasi dan bahan pembelajaran terutama dilingkungan Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Sultan Amai Gorontalo.
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, Suharsimi. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, Jakarta; Rineka Cipta, 1993.
Al-Audah, SyaikhbSalman Bin Fahd, Bisa Jadi, Ini Ramadhan Terakhir Bagi Kita, Solo; Pustaka Arafah, 2013
Daulima, Farha Hj dan Hamzah, Irwan Drs.Hi. Pesona Wisata Tumbilotohe Setiap 27 Ramadhan di Wilayah Propinsi Gorontalo, Limboto; Galeri Budaya LSM Mbu’i Bungale, 2007
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, Bandung; CV. Penerbit Jumanatul Ali Art (J-Art), 2005.
Ghufron, Ali Lc, Lailatul Qadar Memburu Malam Seribu Bulan, Jakarta; Amzah, 2010
Ismail, Fu’ad Farid. Dr dan Mutawalli, Abdul Hamid. Dr, Cara Mudah Belajar Filsafat, Jokjakarta; IRCiSoD Cet. II, 2012
M. S. Kaelan, Drs, Metode Penelitian Kualitatif Bidang Filsafat, Yokyakarta; Paradigma, 2005
Mardalis Drs, Metode Penelitian Suatu Pendekatan Proposal, Jakarta; Rineka Cipta, 2010
Mobiliu, Ali. Motoyunuto, Gorontalo; Ideas Publishing, 2013
Nawawi, Imam. Terjemah Riyadhus Shalihin Jilid 1, Jakarta; Pustaka Amani, 1999.
Pateda, Mansoer. Semantik Leksikal, Jakarta: Rineka Cipta, 2001
---------------------, Kamus Bahasa Gorontalo-Indonesia, Jakarta; Balai Pustaka, 2001
S. Sumargono. Metodologi Penelitian Pendidikan, Cet II, Jakarta; Rineka Cipta, 2000.
Salam, Burhanuddin Drs. Pengantar Filsafat, Jakarta: Bumi Aksara, 2012
Suhartono, Suparlan, M.Ed. Ph.D. Filsafat Pendidikan, Jokjakarta; Ar-Ruzz Media, 2007
Surajiyo Drs. Ilmu Filsafat Suatu Pengantar, Jakarta; Bumi Aksara, 2005
Syani, Abdul Drs. Sosiologi dan Perubahan Masyarakat, Jakarta: Dunia Pustaka Jaya, 1995
Syihab, Tgk. H.Z.A, Drs. Tuntunan Puasa Praktis,Jakarta; Amzah, 2009
Tim Penyusun Kamus Besar, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 2001.
Usman, Husain dan Akbar, Setiady Purnomo, Metodologi Penelitian, Cet I, Jakarta; Bumi Aksara, 2001
Academia.Edu, http://www.academia.edu/4132898/Pendekatan_Filosofis_dalam_Pemikiran_Pendekatan_Islam,
Bramastana Dewangga, Definisi dan Pengertian Tradisi, http://ixe11.blogspot.com/2012/07/definisi-dan-pengertian-tradisi.html
Dewi Aysiah, Makalah Manusia dan Peradaban (Ilmu Sosial Budaya Dasar), http://dewiaysiah.blogspot.com/2012/04/makalah-manusia-dan-peradaban-ilmu.html,
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Departemen http://bahasa.kemdiknas.go.id/kbbi/index.php.
Ebta Setiawan, Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), http://kbbi.web.id/makna,
Faisol Hezim, Makalah Tentang Pelestarian Tradisi Tumbilotohe Sebagai Kekayaan Budaya Gorontalo,http://fairulfh.blogspot.com/2013/10/makalah-tentang-pelestarian-tradisi.html,
Kamus Besar, http://www.kamusbesar.com/27364/nyala,
Putra Wahyuza, S.Pd.I, 1. Pendekatan Sejarah, Sosiologi,Filosofis,Fenologis, Teologis,http://putrawahyuza.blogspot.com/2011/10/1-pendekatan-sejarah-2-pendekatan.html,
Wikipedia, http://id.wikipedia.org/wiki/Tumbilotohe
Wonderful Indonesia, http://www.indonesia.travel/id/destination/336/teluk-tomini-dan-pantai-olele/article/118/malam-tumbilotohe-menikmati-gorontalo-yang-ramai-berhiasakan-lampu
Bausin, Gaflan. S.Pd.I, 2014, Wawancara, Desa Popalo Kecamatan Anggrek Kabupaten Gorontalo Utara
Botutihe, Iyong, 2014, Wawancara, Desa Popalo Kecamatan Anggrek Kabupaten Gorontalo Utara
Dali, Hi. Mansyur, M.Pd, 2014, Wawancara, Desa Popalo Kecamatan Anggrek Kabupaten Gorontalo Utara
Hadi, Irpan, 2014, Wawancara, Desa Popalo Kecamatan Anggrek Kabupaten Gorontalo Utara
Halaa, Heriyanto, 2014, Wawancara, Desa Popalo Kecamatan Anggrek Kabupaten Gorontalo Utara
Halaa, Toto’o, 2014, Wawancara, Desa Popalo Kecamatan Anggrek Kabupaten Gorontalo Utara
Husain, Raden, 2014, Wawancara, Desa Popalo Kecamatan Anggrek Kabupaten Gorontalo Utara
Nurdin, Andi. S.Ag, 2014, Wawancara, Desa Popalo Kecamatan Anggrek Kabupaten Gorontalo Utara
Rauf, Abdul Rajak, 2014, Wawancara, Desa Popalo Kecamatan Anggrek Kabupaten Gorontalo Utara
[1] Jusuf Soewadji, MA, Pengantar Metodologi Penelitian, Jakarta : Mitra Wacana Media, 2012, hal. 1.
[2] Bramastana Dewangga, Definisi dan Pengertian Tradisi, Selasa, 10 Juli 2012, http://ixe11.blogspot.com/2012/07/definisi-dan-pengertian-tradisi.html, diakses Sabtu, 03 Nopember 2014 Pikul 23:30.
[5] Kamus Besar, http://www.kamusbesar.com/27364/nyala, dikases hari Sabtu, 08 Nopember 2014, Pukul 11.50.
[6] Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, http://bahasa.kemdiknas.go.id/kbbi/index.php, diakses pada hari Sabtu, 08 Nopember Pukul 12.00.
[8] Jusuf Soewadji, MA, Pengantar Metodologi Penelitian, Jakarta : Mitra Wacana Media, 2012, hal. 83.
[9] Ibid, hal. 92
[10] Ebta Setiawan, Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), http://kbbi.web.id/makna, April 2014, Diakses Selasa, 21 Oktober 2014 Pukul 19:30
[11] Drs. Surajiyo, Ilmu Filsafat Suatu Pengantar, Jakarta; Bumi Aksara, 2005, hal 1
[12] Ebta Setiawan, Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), http://kbbi.web.id/makna, April 2014, Diakses Selasa, 21 Oktober 2014 Pukul 19:40
[14] Prof. Dr. Hj. T. Fatimah Djajasudarma, Semantik 1 Makna Leksikal dan Gramatikal, Cet. IV, Jakarta : PT. Refika Aditama, 2009, hal. 7
[15] Dr. Fu’ad Farid Ismail dan Dr. Abdul Hamid Mutawalli, Cara Mudah Belajar Filsafat, Jokjakarta; IRCiSoD Cet. II, 2012, hal. 18.
[20] Prof. Dr. Hj. T. Fatimah Djajasudarma, Semantik 1 Makna Leksikal dan Gramatikal, Cet. IV, Jakarta : PT. Refika Aditama, 2009, hal. 29
[21] Ibid, hal. 28
[23] academia.edu, http://www.academia.edu/4132898/Pendekatan_Filosofis_dalam_Pemikiran_Pendekatan_Islam, dipostkan oleh H. Silvia Marlina, diakses pada hari Jum’at, 07 Nopember 2014
[26] Drs. Abdul Syani, Sosiologi dan Perubahan Masyarakat, Jakarta: Dunia Pustaka Jaya, 1995, hal. 53
[27] Dewi Aysiah, Makalah Manusia dan Peradaban (Ilmu Sosial Budaya Dasar), http://dewiaysiah.blogspot.com/2012/04/makalah-manusia-dan-peradaban-ilmu.html, Rabu, 18 April 2012, 19:18, Diakses Rabu, 22 Oktober 2014, Pukul 16.00.
[28] Hj. Farha Daulima dan Drs. Hi. Irwan Hamzah, M.Sc, Pesona Wisata Tumbilotohe Setiap 27 Ramadhan di Wilayah Propinsi Gorontalo, Limboto; Galeri Budaya LSM Mbu’i Bungale, 2007, hal. 13.
[29] Faisol Hezim, Makalah Tentang Pelestarian Tradisi Tumbilotohe Sebagai Kekayaan Budaya Gorontalo, http://fairulfh.blogspot.com/2013/10/makalah-tentang-pelestarian-tradisi.html, 2013, diakses Sabtu, 08 Nopember 2014 Pukul 11.30.
[30] Suparlan Suhartono, M.Ed, Ph.D, Filsafat Pendidikan, Jogjakarta ; Ar-Ruzz Media, 2007, hal. 109.
[31] Ali Mobiliu, Motoyunuto, Gorontalo Ideas Publishing, 2013, hal 15.
[32] Ibid, hal. 16
[34] Imam Nawawi, Terjemah Riyadhus Shalihin Jilid 1, Jakarta ; Pustaka Amani, Cet. IV, 1999, hal. 7
[35] Faisol Hezim, Makalah Tentang Pelestarian Tradisi Tumbilotohe Sebagai Kekayaan Budaya Gorontalo, http://fairulfh.blogspot.com/2013/10/makalah-tentang-pelestarian-tradisi.html, 2013, diakses Kamis, 23 Oktober 2014 Pukul 06.00.
[37] Ali Mobiliu, Motoyunuto, Gorontalo Ideas Publishing, 2013, hal 19.
[38] Hj. Farha Daulima dan Drs. Hi. Irwan Hamzah, M.Sc, Pesona Wisata Tumbilotohe Setiap 27 Ramadhan di Wilayah Propinsi Gorontalo, Limboto; Galeri Budaya LSM Mbu’i Bungale, 2007, hal. 29.
[39] Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, Bandung ; CV. Penerbit Jumanatul Ali-Art (J-Art), 2005, hal. 497.
[41] Wonderful Indonesia, http://www.indonesia.travel/id/destination/336/teluk-tomini-dan-pantai-olele/article/118/malam-Tumbilotohe-menikmati-gorontalo-yang-ramai-berhiasakan-lampu, Diakses, Kamis 23 Oktober 2014, Pukul 06.30
[42] Syaikh Salman Bin Fahd Al-Audah, Bisa Jadi, Ini Ramadhan Terakhir Kita, Solo ; Pustaka Arafah, 2013, hal. 178
[44] Ali Ghufron, Lc. Lailatul Qadar Memburu Malam Seribu Bulan, Jakarta ; Amzah, Cet I, 2010, hal. 19
[45] Hj. Farha Daulima dan Drs. Hi. Irwan Hamzah, M.Sc, Pesona Wisata Tumbilotohe Setiap 27 Ramadhan di Wilayah Propinsi Gorontalo, Limboto; Galeri Budaya LSM Mbu’i Bungale, 2007, hal. 14-15
[47] Wonderful Indonesia, http://www.indonesia.travel/id/destination/336/teluk-tomini-dan-pantai-olele/article/118/malam-Tumbilotohe-menikmati-gorontalo-yang-ramai-berhiasakan-lampu, Diakses, Kamis 23 Oktober 2014, Pukul 06.30
[48] Hj. Farha Daulima dan Drs. Hi. Irwan Hamzah, M.Sc, Pesona Wisata Tumbilotohe Setiap 27 Ramadhan di Wilayah Propinsi Gorontalo, Limboto; Galeri Budaya LSM Mbu’i Bungale, 2007, hal. 15.
[49] Dr. Kaelan, M.S, Metode Penelitian Kualitatif Bidang Filsafat, Yokyakarta : Paradigma, 2005, hal. 7
[50] Drs. Mardalis, Metode Penelitian Suatu Pendekatan Proposal, Cet. XII, Jakarta : PT. Bumi Aksara, 2010, hal. 26
[51] Aji Damanuri, M.E.I, Metodologi Penelitian Mu’amalah, Yokyakarta : STAIN Press Ponorogo, 2010, hal. 9
[53] Dr. Kaelan, M.S, Metode Penelitian Kualitatif Bidang Filsafat, Yokyakarta : Paradigma, 2005, hal. 5
[54] Aji Damanuri, M.E.I, Metodologi Penelitian Mu’amalah, Yokyakarta : STAIN Press Ponorogo, 2010, hal. 29
[55] Drs. Mardalis, Metode Penelitian Suatu Pendekatan Proposal, Cet. XII, Jakarta : PT. Bumi Aksara, 2010, hal. 25
[56] Putra Wahyuza, S.Pd.I, 1. Pendekatan Sejarah, Sosiologi,Filosofis,Fenologis, Teologis,http://putrawahyuza.blogspot.com/2011/10/1-pendekatan-sejarah-2-pendekatan.html, Minggu, 30 Oktober 2011, diakses Sabtu, 08 Nopember 2014, Pukul 09.20 WITA.
[57] Jusuf Soewadji, MA, Pengantar Metodologi Penelitian, Jakarta : Mitra Wacana Media, 2012, hal. 21.
[58] Aji Damanuri, M.E.I, Metodologi Penelitian Mu’amalah, Yokyakarta : STAIN Press Ponorogo, 2010, hal. 68
[59] Jusuf Soewadji, MA, Pengantar Metodologi Penelitian, Jakarta : Mitra Wacana Media, 2012, hal. 147
[60] Loccit
[61] Anselm Strauss dan Juliet Corbin, Dasar-Dasar Penelitian Kualitatif, Cet. III, Yokyakarta : 2009, hal. 43.
[62] Aji Damanuri, M.E.I, Metodologi Penelitian Mu’amalah, Yokyakarta : STAIN Press Ponorogo, 2010, hal. 1
[63] Ibid, hal. 11
[64] T. O. Ihromi, Pokok-Pokok Antropologi Budaya, Jakarta ; Yayasan Obor Indonesia, 2006, hal. 51
[65] Jusuf Soewadji, MA, Pengantar Metodologi Penelitian, Jakarta : Mitra Wacana Media, 2012, hal. 160
[66] Aji Damanuri, M.E.I, Metodologi Penelitian Mu’amalah, Yokyakarta : STAIN Press Ponorogo, 2010, hal 84
[67] Ibid, hal 86
[68] Loccit
[69] Husain Usman dan Purnomo Setiady Akbar, Metodologi Penelitian, Cet I, Jakarta; Bumi Aksara, 2001, hal 86-87.
[70] Burhan Bungin, Analisis Data Penelitian Kualitatif,Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2003, hal. 204.
[71] Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, Jakarta; Rineka Cipta, 1993, hal 53
[73] Dr. Mansoer Pateda, Kamus Indonesia-Gorontalo, Jakarta : Balai Pustaka, 1991, hal. 30.
[74] Ibid, hal. 29
[80] Dokumen Perpustakaan Umum Kabupaten Gorontalo, Pohutu Untuk Umum.pdf, File Foxit Reader 2.3, Page 19, hal. 18
[81] Menurut Toto’o Halaa, Tokoh Adat, Wawancara, Anggrek, Senin, 24 Nopember 2014bahwa tempat yang dimaksud adalah Kimaatau kerang.
[82] Menurut Toto’o Halaa, Tokoh Adat, Wawancara, Anggrek, Senin, 24 Nopember 2014bahwa energi yang dimaksud adalah minyak kelapa.
[86] Raden Husain, Tokoh Adat dan Tokoh Pendidikan serta Mantan Tokoh Pemerintahan, Wawancara,Anggrek, Selasa, 25 Nopember 2014
[95] William H. Frederick dan Soeri Soeroto, Pemahaman Sejarah Indonesia Sebelum dan Sesudah Revolusi, Cet. III, Jakarta ; Unit Percetakan LP3ES, hal. 1
[97] Wikipedia, http://id.wikipedia.org/wiki/Tumbilotohe, diakses Sabtu, 06 Desember 2014, Pukul 20.15
[98] Menurut hitungan peneliti bahwa 1 abad sama dengan 100 tahun, dalam sejarah Tumbilotohe terjadi pada abad XV berarti 100 x 15 sama dengan 1.500 tahun yang lalu atau sekitar tahun 500-an.
[100] Islam Dunia, http://kota-islam.blogspot.com/2014/05/sejarah-masuk-islam-di-kerajaan-gorontalo.html, diakses, Sabtu, 06 Desember 2014, Pukul 20.45
[102] Dr. Ir. H. Sudirman Habibie dan Drs. Rasin Dama dan Drs. Faisal M. Dungga dan Prof. Dr. H. Nani Tuloli dan Drs. Z. Tulie dan Prof. Drs. Ibrahim Polontalo dan Drs. Bin Yamin Mahdang, 23 Januari 1942 dan Nasionalisme Nani Wartabone, Cet. I, Gorontalo : Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Gorontalo, 2004
[104] Dr. H. Roibin, M.Hi, Relasi Agama dan Budaya Masyarakat Kontemporer, Malang : UIN-Malang Press, 2009, hal. 71
[111] Abdul Rajak Rauf, Tokoh Pendidikan, Wawancara, Anggrek, Rabu, 26 Nopember 2014
BIODATA PRIBADI
![]() |
| Susanto Halaa Eda |
Susanto Halaa Eda, Lahir di Limboto 20 September 1980, anak sulung dari dua bersaudara dari Bapak Umar Halaa yang bekerja sebagai Petani dan Ibu Hadawijah Eda sebagai Pensiunan Guru Sekolah Dasar.
Riwayat Pendidikan yang di tempuh mulai dari Lulusan Sekolah Dasar Negeri III Tolongio Kecamatan Kwandang Kabupaten Gorontalo Provinsi Sulawesi Utara Tahun 1992, Lulusan Sekolah Menengah Tingkat Pertama Negeri 2 Kwandang Kabupaten Gorontalo Provinsi Sulawesi Utara Tahun 1995, Lulusan Sekolah Menengah Atas Negeri 2 Limboto Tahun 1998. Sempat melanjutkan studi di Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan (STKIP) Gorontalo Program Studi Matematika Jurusan IPA namun hanya berhenti pada Semester I, kemudian Tahun 2003 menjadi menyelesaikan Diploma 1 Jurusan Komputerisasi Akuntansi di Sekolah Tinggi Manajamen dan Ilmu Komputer (STMIK). Tahun 2015 sementara menyelesaikan Skripsi sebagai syarat penyelesaian Strata 1 Jurusan Filsafat Islam Fakultas Ushuluddin dan Dakwah di Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Sultan Amai Gorontalo.

